Terkadang,
kehidupan rutin kita membuat kita tak menyadari adanya kehidupan lain yang
lebih damai dan mendamaikan. Ya, kehidupan anak–anak. Aku menyukainya. Bukan,
aku sangat menyukainya. Kehidupan yang penuh warna, tanpa nafsu dunia.
Pun ketika Ia mengizinkan aku untuk tadabur alam, dengan tujuan sejarah, Ia mengizinkan pula aku untuk merasakan kehidupan itu. Anak–anak.
Di sana (tempat wisata yang tak banyak pengunjung), aku menemukan mereka (anak-anak.red) dengan segala tingkahnya yang tak pernah membuatku menyesali bertemu mereka. Bagaimanapun mereka, apapun kenakalan mereka, aku menyukainya, aku sangat menyukainya. Bocah desa yang masih suka bermain, dan kawasan wisata itu menjadi tempat mainnya setiap hari. Kami berbincang, bercerita, bercengkerama. Menceritakan mereka, menceritakan dunia anak, anak–anak candi.
Layaknya sebuah peninggalan sejarah dalam kehidupan masa lampau, anak–anak ini pun masih memiliki pola pikir yang belum modern. Masa depan tak mereka pandang sebagai tujuan. Mereka masih memikirkan bagaimana untuk melalui hari ini.
Ku bahagia bersamanya. Hangat bercengkerama, serasa tak mau pergi. Tapi waktu mengatakan hal lain. Senja sudah menyapa, dan aku harus pulang. Setelah berpamitan, kami berpisah. Sampai jumpa kawanku, adikku, anak–anak candi. Semoga Ia mengizinkan untuk kita berjumpa kembali. Amiin.
Mawar Ramadhan
Juli 2011
