Assalamu’alaikum Warohmatullahi
Wabarokatuh..
Ini adalah
kisah nyata; Yu Yuan, gadis kecil berhati mulia yang berjuang hidup dari
leukimia ganas, yang rela melepaskan segala-galanya dan menyumbang untuk anak-anak
lain yang masih punya harapan. Bacalah dengan hati nurani akan ada ketakjuban
di sana.
Kisah
tentang seorang gadis kecil cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah
dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup
di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di
batu nisannya adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut. Anak ini rela
melepaskan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan
sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Tionghua di seluruh
dunia. Dana tersebut dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang
berjuang menghadapi kematian.
Begitu
lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orangtua kandungnya. Dia hanya memiliki
seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat
tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya
Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan
hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi
orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tanggal 20 bulan
10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas
hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang
kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu
kecil tertulis, “20 November jam 12″.
Melihat
anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya
berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini
bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan
menghela nafas dan berkata, “saya
makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian
papanya memberikan dia nama Yu Yuan.
Ini adalah
kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak
ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi
tersebut dengan air tajin (air beras). Karena itu, dari kecil anak ini tumbuh
menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi, anak ini sangat penurut dan sangat
patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta
memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat
pintar dan mereka sangat menyukai Yu Yuan.
Di tengah
ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa. Yu Yuan
yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa. Mulai dari umur lima tahun, dia
sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah: mencuci baju, memasak nasi,
dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda
dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan
dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa
yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak
boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar,
dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di
sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi
bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi
untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan
kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang
susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa
puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama,
tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari
bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan.
Pada suatu
pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya
sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai
cara, ia tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut, sehingga papanya membawa
Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan
itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai
bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk
membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu
Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa
duduk sendiri di kursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar
dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena
papanya merasa tidak enak, kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk
menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit,
baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu
Yuan.
Dokter yang
melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa,
dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena leukimia ganas. Pengobatan penyakit
tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000$. Papanya mulai
cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki
satu niat, yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang ke
sanak saudara dan teman, tetapi uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya
akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta
satu-satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat
tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya yang sedih dan pipi
yang kian hari kian kurus, dalam hati Yu Yuan merasa sedih.
Pada suatu
hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir di kala kata-kata
belum sempat terlontar. “Papa
saya ingin mati”. Papanya dengan pandangan yang kaget melihat
Yu Yuan,“Kamu baru
berumur 8 tahun, kenapa mau mati?”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua
orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini,
biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada
tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf,
menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan
tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya
sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak
pernah memiliki permintaan, meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin
memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya, “Setelah saya tidak ada, kalau papa
merindukan saya lihatlah foto ini”.
Hari kedua,
papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu
Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok
yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Kemudian mereka bertiga
tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose
secantik mungkin dan berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha
tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir
keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat
kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari
pohon dan hilang ditiup angin. Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah
sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu
Yuan secara detail.
Cerita
tentang anak yang berumur 8 tahun yang mengatur pemakamaannya sendiri akhirnya
menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang
anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke
seluruh dunia. Mereka mengirim e-mail ke seluruh dunia untuk menggalang dana
bagi anak ini. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Tionghoa
di dunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah
tercukupi. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana
terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter
sudah siap untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan
juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang
teman di-email bahkan menulis, “Yu
Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah
sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa
tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”
Pada
tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian
akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa
yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan
akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu
kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus.
Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang
menangani dia, Shii Min berkata bahwa dalam perjalanan proses terapi akan
mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering
sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali
melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari
depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan
tidak meneteskan air mata. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk
menjadi anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung. Hari
kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan
sebutan Shii Mama.
Pertama
kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, kemudian dengan tersenyum
menjawab, “Anak yang
baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu
momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk
menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari e-mail.
Selama dua
bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu
maut. Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari
bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol.
Semua orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek
samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi
dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat
lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada
tanggal 20 Agustus Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan, “Tante, kenapa
mereka mau menyumbang dana untuk saya? Wartawan tersebut menjawab, “Karena mereka semua adalah orang
yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata, “Tante saya juga mau menjadi orang
yang baik hati”.Wartawan itu lalu menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang
baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik.” Yu
Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke
Fu Yuan. “Tante ini
adalah surat wasiat saya.”
Fu yuan
kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah
mengatur tentang pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur
delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan di atas ranjang menulis
tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan
pembukaan, “Tante Fu
Yuan”, dan diakhiri dengan, “Selamat tinggal Tante Fu Yuan.”
Dalam satu
artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan
singkat tante wartawan. Di belakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata
setelah Yu Yuan meninggal. Tolong… dan dia juga ingin menyatakan terima kasih
serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan
dia lewat surat kabar, “Sampai
jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Sedikit
dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya dan katakan ini
juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu
dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya, biar mereka lekas
sembuh.” Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa
menahan tangis yang membasahi pipinya. “Saya
pernah datang, saya sangat patuh,” demikianlah kata-kata yang
keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada
tanggal 22 agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan
tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup.
Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instan dan
memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah.
Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi
infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat.
Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan
pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah
menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dunia. Semua orang tidak
bisa menerima kenyataan gadis kecil yang cantik lagi suci yang berhati mulia.
Ia telah pergi ke dunia lain. Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi
tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut
berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang
pemuda berkata dengan pelan “Anak
kecil, kamu sebenarnya adalah ‘malaikat kecil’ di atas langit, kepakkanlah
kedua sayapmu. Terbanglah…. ”
Pada
tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Di depan
rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan.
Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa
hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan
demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam
mengantarkan kepergian Yu Yuan. Di depan makamnya terdapat selembar foto Yu
Yuan yang sedang tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat
patuh” (30 Nov 1996 – 22 Agust 2005). Di belakangnya terukir
perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana
540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia
lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li,
Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil
yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah
anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian. Pada tanggal 24 September,
anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di Rumah Sakit Hua Xi berhasil
melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis di raut wajah anak
tersebut. “Saya
telah menerima bantuan dari kehidupanmu, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti
sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga
akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.
Demikianlah
sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang
bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang
dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orangtuanya,
akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan dunia. Walaupun hidup
serba kekurangan, dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama.
Ini contoh
bagi kita untuk mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna
bagi sesama, dan memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang
membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang
Pengasih.
Ada satu
kepastian diantara ketidakpastian dalam kehidupan manusia, secara sadar atau
tidak, manusia sesungguhnya menuju kepada-Nya. Tidak perduli apakah ia siap atau
tidak, tua atau muda, cepat atau lambat. Bagi sebagian manusia, ia hanyalah
proses alamiah dalam sebuah kehidupan. Menjadi akhir peristirahatan dari segala
kegalauan. Bagi sebagian lain ia adalah awal dari sebuah kehidupan. Itulah
"KEMATIAN". Pokoknya, setiap yang berjiwa baik itu manusia, hewan,
tumbuhan dan lain sebagainya akan merasakan mati, sebagaimana yang difirmankan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati...” (Ali Imaran ayat
185). Di lain ayat, Allah menerangkan bahwa kematian itu terjadi atas
izin-Nya sebagai sebuah ketetapan yang telah ditentukan waktunya, sebagaimana
firman-Nya, “Sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya...” (Ali Imran ayat
145)
Ibarat
sebuah sungai, muaranya merupakan merupakan pintu gerbang samudra. Begitu pula
dengan kematian, ia adalah muara bagi pintu gerbang samudra kehidupan yang luas
dan kekal.
Sesungguhnya
manusia telah memilih bagaimana akhir kehidupannya. Dan pilihan itu ada pada
bagaimana ia menjalani kehidupannya. Sebagaimana ia menjalani kehidupannya
seperti itulah kemungkinan besar ia akan menghadapi kematiannya. Karena
sesungguhnya dengan menjalani kehidupan berarti kita sedang berjalan menuju
kematian kita. Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu semua melarikan diri
darinya itu, pasti akan menemui kamu, “kemudian kamu semua akan dikembalikan ke Dzat yang
Maha Mengetahui segala yang ghaib serta yang nyata”’ (
Jum’ah ayat 8). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Di manapun kamu berada, kematian
akan mendapatkanmu, meskipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (An-Nisa
ayat 78).
Kematian
adalah sesuatu yang pasti akan terjadi dan akan menima kepada setiap yang
berjiwa. Yang jadi masalah adalah tidak ada yang tahu kapan kematian itu akan
menimpa, Rasulullah sendiri pun tidak diberitahu oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Tinggal bagaimana diri kita dalam mempersiapkan diri ini untuk
menghadapi kematian yang akan mendatangi kita. ”Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali
Imran ayat 102).
Kita umat
manusia sesungguhnya diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk
mengabdi atau beribadah saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyaat
ayat 56). Ayat ini menunjukkan bahwa kita umat manusia sesungguhnya diciptakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk mengabdi atau beribadah saja. Namun
kebanyakan manusia menjadi lengah, teledor dan bahkan ada yang sengaja
melupakan kewajiban beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Orang-orang
yang berfikir secara kerdil dan menjatuhkan diri kepada keduniawian akan
berlari dengan segala kemampuan yang ada dari kematian. Kematian merupakan
momok yang menakutkan yang akan mengambil segala yang telah diusahakan selama
hidupnya. Padahal jauh berabad-abad dahulu Rosulullah telah mengingatkan, “Perbanyaklah mengingat-ingat
sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan (kematian)”. (HR.
Tirmidzi). Pada jaman sekarang ini, manusia kebanyakan berlomba-lomba dalam
kemegahan, menumpuk-numpuk harta, mereka tidak akan merasa puas, kecuali maut
datang menjemputnya sebagaimana disitir dalam firman Allah : “Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” (Al-Takaatsur
ayat 1-2). Ingatlah, kita semua akan mati, dikubur dan di dalam kubur bila amal
kita baik selama di dunia, kita akan mendapat kenikmatan. Namun, jika kita
termasuk golongan kaum yang mungkar, fasik, menafik maka siksa kubur sangat
dahsyat. Sementara manusia-manusia yang cerdas menjadikan kehidupannya bukan hanya
sebagai sarana menghadapi dan mempersiapkan kematian, namun menjemput kematian
melalui seni
kematian. Paradigma seni kematian memang masih aneh
dalam fikiran masyarakat saat ini. Kematian hanyalah kematian. Bagaimana
mungkin sesuatu yang nafsu membenci bertemu dengannya menjadi sesuatu yang jiwa
bergairah berjumpa dengannya? Inilah salah satu ajaran Islam yang agung,
mengatur dari hal-hal kecil kehidupan sampai bagaimana menjemput kematian dalam
koridor-Nya.
Dalam
kehidupan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada sebagian orang,
nikmat yang banyak, malah kadang-kadang sampai melimpah ruah. Nikmat itu
adakalanya berupa kesehatan, kekayaan, kemampuan dan lain-lain. Sebagai tanda
syukur terhadap nikmat-nikmat yang tak terhingga jumlahnya itu, sudah
sewajarnyalah jika manusia mempergunakannya untuk perbuatan-perbuatan
kebajikan.
Dalam
Al-Qur'an banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang mendorong supaya mengerjakan
kebajikan, salah satu diantaranya Surat Al-Baqarah ayat 148, “Dan bagi tiap-tiap umat ada
kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu
(dalam membuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan
kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesunguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak orang yang
memperoleh nikmat atau kelebihan itu justru dipergunakan untuk
perbuatan-perbuatan kejahatan. Betapa banyak orang-orang kaya yang memprgunakan
nikmat yang dikaruniakan kepadanya untuk melampiaskan hawa nafsunya. Ada juga
orang-orang yang berkuasa untuk menumpuk kejahatannya atau sekurang-kurangnya
memberi kesempatan untuk mendorong dan mengembangkan kejahatannya, padahal dia
berwenang untuk mencegahnya.
Hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sahal bin Sa'ad menyatakan, "Kebajikan itu adalah laksana
suatu perbendaharaan. Tiap-tiap perbendaharaan mempunyai anak kunci.
Berbahagialah manusia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala anak kunci
pembuka kebajikan dan pengunci bagi kejahatan. Celakalah manusia yang memegang
anak kunci pembuka kejahatan dan pengunci (penutup) kebaikan". Marilah
kita berlomba-lomba mengejar kebajikan (fastabiqul khairot). Dan dalam mengejar
kebajikan itu bukanlah terbatas mengenai masalah ibadah dan amal sholeh saja,
akan tetapi semua perbuatan, sikap dan tindakan yang baik atau mendatangkan
kebaikan kepada orang lain atau masyarakat.
Dalam
hubungan ini, Sayid Sabiq dalam bukunya "Islamuna" merinci perbuatan
kebajikan adalah taat kepada Allah, membiasakan pekerjaan-pekerjaan yang berfaedah,
berlaku ikhlas, berniat baik, melakukan kebaikan terhadap keluarga,
mengeluarkan perkataan yang baik-baik, pendeknya tiap-tiap perbuatan yang
menguntungkan kepada orang lain dan masyarakat.
Wallahu’alam
Bishowab.