Kamis, 14 Februari 2013

Kotak Hati Warna Merah (1)


Aku benar-benar dibuatnya terpojok. Ketika tadi di kampus dia berkata,


“Jangan pernah meragukan keseriusanku, Mey”.

***

Dan benar, sore ini tetibanya aku di rumah, sudah ada seonggok kotak hati warna merah di meja belajarku.

“Tadi ada yang datang, nitip itu buat kamu”, kata Bunda sedikit berteriak, sembari memasak di dapur.


“Yaa Bun..”, jawabku setengah berteriak pula.


Belum sempat aku melepas tas dan berganti pakaian, ku dekati perlahan bingkisan berpita putih itu. Aku ragu-ragu memegangnya. Aku berpikir sejenak, apa yang harus aku lakukan…


(1)   Membuka, menerima dan bilang makasih sama yang ngasih,

(2)   Langsung balikin sama yang ngasih,
(3)   Intip dulu, baru balikin sama yang ngasih.


Pikiranku sedang berkecamuk antara pilihan-pilihan itu. Akhirnya aku memilih –walau ga ada dalam pilihan sih, heheu- tetap membiarkan bingkisan itu di meja dan kutinggalkan melakukan aktivitas harian di rumah, hingga ku terlelap.







***


Saat di sepertiga malam aku bangun menunaikan sunnah, aku melihat kembali ‘kotak’ itu. Sekejap, aku merasakan ‘rasa’ yang seharusnya belum ada. Dengan sigap ku mohon pada Sang Pemilik Hati untuk menguatkan aku, jangan sampai hati ini rusak dan melukai-Nya.
Malam ini aku menangis pedih, merasakan patah hati dan sedih yang menusuk.

Aku menyeka airmataku.

Namun dengan cepat, pipiku basah lagi. Airmataku jatuh tanpa seizin dariku. Aku tak bisa mengendalikan tangisku. Jiwaku diliputi kesedihan mendalam. Sebisa mungkin kutahan isak tangisku, agar tak ada yang mendengar. Aku memang lebih memilih diam dalam setiap rasa.

Hingga pagi kulanjutkan tilawahku, dan tiba saatnya untuk persiapan dan berangkat kuliah.

Hari Jum’at, hari full schedule dalam pekan ini. Kuliah, mentoring, syuro, survey thesis, belum pesenan Bunda untuk dibelikan beberapa barang.


***

[bersambung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar