Jaman dahulu (ga dulu-dulu
amat sih), waktu aku masih dibelajarkan di #Tsabita, ada buaaanyaaak kisah
menarik tentang anak-anak. Ada buaaanyaaak pula yang berkesan. Kini, ada satu
kisah yang tiba-tiba pengeeen aku ceritakan. Tentang aku dan Syaffa’.
Beberapa
hari menjelang penerimaan rapor (pekan terakhir Bulan Juli 2013),
Tugas anak-anak selama 1 semester ku packing menjadi satu, untuk nanti dibawa
pulang dan dievaluasi oleh orangtua mereka masing-masing. Rencananya akan
diberikan waktu penerimaan rapor nanti. Anak-anak kelas Kupu-Kupu kuajak untuk
merapikan tugas mereka bersama-sama. Ada Syaffa’, Bimo, Rendra dan Mya.
Niatnya aku sih pengen
memberikan kesan bagi mereka (anak-anak) dengan memberikan sampul dengan gambar
unyu. Gambarnya itu ilustrasi anak kecil sholih dan sholihah gitu, unyu-unyu gituuu (menurutku). Asif, gambarnya mau tak insert di sini, tapi filenya ga ketemu, hihihi.
Gambar kuklasifikasikan menjadi
2, untuk murid putra dan murid putri. Tibalah perbincanganku dengan Syaffa’,
Aku
(A)
Syaffa’
(S)
A : Ini Bu Guru buatkan sampul buat tugas-tugas mas Syaffa’,
ada gambarnya.
Bagus ga mas?
(dalam hati berharap dia suka, karena aku kasih
gambar anak sholih pake peci)
S : Ini pengemis ya, Bu Guru?
A : *dalam hati* Whaaatttt???!!! Ini gambar dikira
pengemiiisss???!!! *pingsan*
Perhatikan coba, niat tulus
dalam hati untuk menyenangkan anak-anak, eh pendapat yang dia sampaikan bikin
aku super shock. Ah, anak-anak memang
jauuuh lebih tulus daripada orang-orang dewasa yang mengakui ketulusannya. Sedangkan
anak-anak, tanpa tedeng aling-aling memperlihatkan secara langsung murninya
mereka, yang jelas tanpa kata. Bagaimana aku tak semakin cinta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar