Selasa, 22 Desember 2015

Bijaknya Beliau, Menguatkan Keistiqomahan

Bijak kami saling melengkapi. 

Eh sebentar, kalimat itu tepat ga ya? *mikirkeras
Kayaknya perlu diralat jadi begini "Bijaknya beliau melengkapiku". Kenapa diralat? Karena, aku ga bijaksana tauuuu :DDD
Dan inilah salah satu, yang aku belajar atasnya, hihihi

Ada yang kenal beliau? Siapa siapa siapa? 
Suamiku :) 

Kalau kenal, pasti menyadari bahwa beliau tipikal extraordinary person. Seorang di luar perkiraan dan tak bisa disangka-sangka. Bahkan, ketika aku dalam posisi melow bisa tiba-tiba tertawa ngakak guling-guling melihat tingkahnya. Orang yang ga ada jaim-jaimnya, beliau aslinya ya seperti beliau yang terlihat dari luarnya itu. Cuma satu hal yang ga bisa semua orang tahu. Hatinya. Iya, akupun yang sejak kecil mengenalnya, baru menyadari ini ketika sudah menjadi istrinya. 

Hatinya seluaaasss samudera. Penjagaan hatinya laksana emas yang tertimbun berjutaaa tahunnya. Pengertian dari hati akan setiap salahku, setinggi angkasa. Hati pemaafnya bagai tulisan pasir di pantai yang dengan segera terhapus segala kesalahan-kesalahanku padanya. 

Siapa yang punya akun facebook? Baiklah, semuanya punya. hehehe. 
Begini, suatu kali, pernah aku iseng bertanya, "Biya, tertarik pasang foto narsis kita berdua di facebook, ga?
Biasalah, perempuan pasti memiliki kegundahan seperti aku ini. Namun aku sih sekedar bertanya, tak berharap juga untuk memasang foto narsis kami berdua. 

Tak menyangka, seorang humoris seperti beliau bisa menjawab, "Masih banyak hati-hati yang harus kita jaga, Mi. Temenmu banyak yang belum nikah kan? Temen-temenku juga."

Eh eh eh, aku sempet terdiam lama. Inikah jawaban yang keluar dari mulut suamiku, yang kesehariannya penuh dengan bincang canda? 
*kedipkedipmata lalu tersadar, benar adanya, hahaha

Istiqomah itu tak mudah, memang. Banyaaaakkk syekali kami temui fenomena akhwat yang menjaga diri untuk tak posting foto dirinya sebelum menikah, dan setelah menikah akhirnya memasangnya. Menurut kami, apa bedanya? -_- 

Kalau kami dari awal memiliki prinsip sama terkait hal ini, bahwa memasang di sosial media (facebook terutama) tak apa, tapi ga yang narsis, bukan yang isinya cuma muka. Buktinya, di facebook kami masing-masing ada foto, ihihi. Alasan yang dipertimbangkan adalah banyak, selain yang disebutkan di atas, karena banyaaak alasan yang lainnya, dan insyAllah ada dalilnya. 
Contohnya, foto kayak begini nih yang diperbolehkan (oleh suami)... 


Em, sama aja bikin baper ya? Yaaa maaappp XD 
Intinya ga muka deh, karena itu yang perlu dijaga, apalagi wanita. Dan beliau, ahlinya, dalam menjagaku, wanitanya. Palingan keliatan dari samping-sampingnya aja :') 

Doakan kami supaya istiqomah, istiqomah, istiqomah dalam kebaikan, dalam memegang prinsip, semoga tak asal mengikuti arus yang ada, yang istilah kerennya antimainstream

Berhikmah, bahwa PASTI ada sifat dan karakter pasangan yang sejatinya itu melengkapi kekurangan sifat dan karakter kita.
Carilah, dan kau akan terkagum, betapa banyaknya hal itu :') 

Senin, 21 Desember 2015

Hari Ibu? Kapan?

Bakti kita kepada orang tua, salah satunya adalah SENANTIASA BERLAKU BAIK KEPADANYA.

Beberapa hari lalu, ketika orangtua saya bertolak ke Depok, saya lambaikan tangan kepada beliau berdua dengan menahan isak. Tangis saya tahan, dan ketika sampai rumah, tumpahlah itu airmata. Betapa sedihnya, karena pada saat itu Allah menyadarkan saya bahwa beliau berdua, sudah usia. Saya tak henti-hentinya berdoa hari itu, sepanjang orangtua saya dalam perjalanan. 

"Ya Allah, jaga keselamatan mereka, jaga kesehatan mereka, berkahilah setiap langkah mereka, aku...belum siap mereka tinggalkan. Bersamakan kami lebih lama lagi (dan semoga hingga berkumpul kembali di Surga), panjangkanlah umur mereka..."

Aku merasa belum berbuat apa-apa untuk mereka, menjadi perempuan shalihah pun masih jauh ya Allah. 

Pun hal yang sama ketika saat ini saya sudah menikah. Ibu suami. Iya, ibu saya yang kedua. Sama-sama baiknya, sama-sama sayangnya. 
Hal yang bisa saya lakukan hanyalah, mengingatkan suami untuk tak lupa menelepon beliau, yang notabene kondisi suami merantau jauh dari ibunda. 
Hal kedua yang bisa saya lakukan, hanya 'mengalah' demi senyum ibunda mertua. Iya. Contoh kecilnya, dalam hal fashion suami, ibunda mertua selalu memberikan pendapatnya yang tak jarang bertentangan dengan pendapat saya. Tapi, saya tak masalah insyAllah. Saya minta suami menuruti selera ibundanya (meski seringnya suami lebih sependapat dengan selera saya, wkwkwk). 

Apapun yang terjadi, tetaplah berbuat baik, bersikap baik, fisik hati dan jiwa, kepada beliau orangtua kita, beliau berempat :') 

Kami akan senantisa belajar untuk lebih memahami mereka, mengerti mau mereka, untuk senyum kebahagiaan dan kenyamanan hati mereka. 
Hanya kepada-Mu kami memohon perlindungan, ya Allah... 

Selamat Hari Ibu dan Bapak, setiap detik :'D 

Rabu, 09 Desember 2015

You Are My Life

Written by: Olmi, Twist & Stanbury
Arrangement: Maher Zain
Choir arrangement: Jeremy Karodia
Singing by: Harris J 
Video by Osama Alsaadi
Youtube: Video 


Source: Google


O Allah!
You're the light that shines above
You're the reason I never give up
You're The One I try for, live my life for
Give up all I have
You're the melody, You're the key
All the inspiration I need
And when times get tough
I know You'll stand by me

You are the love I need
The One who is guiding me
And You know my destiny
For You are The Light

CHORUS:
And You are my life
Oh oh oh 

O Allah!
Your words light up my heart
This connection I've felt from the start
I’ll never lose sight of my dreams
Without You where would I be?
And although I feel like I'm 
A million miles away from home
I can lose all that I have and when I feel the pain
I know that I can count on You 

You are the love I need
The One who is guiding me
And You know my destiny
For You are The Light

CHORUS:

When I reach the final chapter
I know it’s only You that matters, oh
So I give it my all 
‘Cause I’ll stand alone that day

CHORUS 

And You are my life


Selasa, 01 Desember 2015

Pesona Sang Nabi

Source: 
Majalah Tarwabi edisi 92 Th. 6/Rajab 1425 H/2 September 2004 M ~ Serial Cinta Anis Matta



Kalau saja aku adalah Muhammad,” kata Iqbal, “aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai
di Sidratul Muntaha.

Iqbal barangkali mewakili perasaan kita semua: pesona keteduhan di haribaan Allah, di puncak langit ke tujuh, di Sidratul Muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan, apalagi untuk sebuah kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi.

Dua kehidupan yang tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke SidratuI Muntaha itu memang terjadi setelah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul kematian orang-orang tercinta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib. Perjalanan itu perlu untuk menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah SWT.
Tapi SidratuI Muntaha bukan penghentian. Maka Sang Nabi turun ke bumi juga akhirnya. Menembus kegelapan hati kemanusiaan dan menyalakannya kembali dengan api cinta. Cintalah yang menggerakkan langkah kakinya turun ke bumi. Cinta juga yang mengilhami batinnya dengan kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Thaif melemparinya dengan batu sampai kakinya berdarah: “Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.

Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun kemudian, saat ia membebaskan penduduk Makkah yang ia taklukkan setelah pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun: “Pergilah kalian semua, kalian sudah kumaafkan,” katanya ksatria.

Dengan kekuatan cintalah Sang Nabi menaklukkan jiwa-jiwa manusia dan meretas jalan cepat kedalamnya. Maka wahyu mengalir bagai air membersihkan kerat-kerat hati yang kotor dan sakit, kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu menggerakkannya untuk menyalakan dunia dengan api cinta mereka.

Seketika kota Madinah menyala dengan cinta. Lalu Jazirah Arab. Lalu Persi. Lalu Romawi, Lalu dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang:

Jalan para nabi kita adalah jalan cinta
Kita adalah anak-anak cinta
Dan cinta adalah ibu kita

Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula. Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika ia berujung haru.

Begitulah sebuah pertanyaan sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya kepada saudara laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam: “Ke mana Khalid? Sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya.” Khalid yang pernah membantai pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika tergetar. Padahal saat itu ia sedang merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian Hudaibiyah. la pun mencapai kepasrahannya.