Kamis, 26 Maret 2015

Mitsaqan Ghaliza


Berawal dari Mitsaqan Ghaliza antara keduanya disaksikan Allah, 20 Februari 2015, 09.45 WIB, 
dua lelaki ini yang menempati porsi terbesar dalam hatiku. 
Semoga Allah senantiasa menyayangimu, membimbingmu, mendekapmu erat, 
melimpahkan rahmat barakah dan mengumpulkan kita kembali di surga-Nya kelak. 




“A wedding is for daughters and fathers. The mothers all dress up, trying to look like young women. But a wedding is for a father and daughter. They stop being married to each other on that day.”

--Sarah Ruhl, Eurydice-- 




“Pernikahan yang berhasil bukanlah bila “pasangan yang sempurna” bersatu, melainkan bila seorang pria tak sempurna dan wanita tak sempurna bersatu, saling tergila-gila, belajar saling menyesuaikan diri, dan bahkan menikmati perbedaan masing-masing."

--Dave Meurer--



Bukankah mencintai juga berarti keikhlasan untuk saling mengalah tanpa perlu muncul perasaan saling terjajah?

--Jangan jadi pasangan nyebelin--

Dalam kehidupan suami istri, perkara misskomunikasi, tak perlulah menunggu siapa yang salah siapa yang benar. Berlombalah untuk meminta maaf duluan, tidak peduli siapa yang salah. Begitu ya Mr. BM? ^_^ 

Rabu, 25 Maret 2015

Jarbuto & Marbuto

Di Lauhul Mahfudz telah tertulis nama kami dalam sebuah pertemuan. Bertemu karena Allah. 




Rabbi, mohon bimbing langkah-langkah kecil kami dalam menapaki kehidupan dunia sebagai bekal kehidupan akhirat kelak, untuk bertemu dengan-Mu, dengan rasul kekasih-Mu, dan berkumpul dengan orang-orang shalih lainnya... 




Titipkan senyum ini pada kami selamanya, Allah. Meski sakit menderu-deru, meski airmata menitik-nitik, amanahkan senyuman kepada kami, dan semua umat muslim seluruh dunia. 



Sabtu, 21 Maret 2015

Kado Pernikahan 1

Dua pekan kami berjauhan, menjalin hubungan jarak jauh. Hubungan halal, pemirsaaa.. 
Memang pada saat terakhir kami bersama, aku berkata menginginkan sesuatu. Dan tanggapannya biasa saja, eerrr -___- 

Sepekan terlewati dengan lancar, dan tibalah Jum'at yang dinanti, adalah karena waktunya ia pulang ke pelukku o^.^o 

Tak seperti biasa, yang jemput dia cukup aku saja, tak perlu rombongan serumah ikut. Ya, kami berencana berkencan dulu malam itu. Pukul 19.30 bus yang ia tumpangi datang. Ia pun segera berhambur mendekatiku. Setelah puas kami bercengkerama melerai rindu, kami lanjutkan perjalanan mencari makan karena beliau belum makan malam. Pun begitu denganku. Aku tak kuasa makan sendiri sebelum melihat hadirnya :') 

Ketika itu aku sendiri yang menjemput suami di Terminal Giwangan Yogyakarta. Tak disangka tak dinyana, suami membawa tas gendut yang biasanya tuh tas e kecil, kempes lagi, pulang ndak bawa apa-apa. Etapi, hari ini beda! Kok bawaannya ndut syekali. Tapi suami bungkam hingga kami sampai ke tempat makan.

Sesaat setelah memesan menu makan, beliau memulai pembicaraan.

"eng..sebenernya, aku bawa kado dari tuban."

"hah, buat siapa e?", sok gatau.

"buatmu", simple jawabnya.

"beneran?", sambil mata berbinar-binar, ahaha.

Beliau menyatakan dengan penuh kekuatan dan kesungguhan (karena sebelumnya ga pernah mengungkapkan perasaan kepada perempuan), bahwa isi tas adalah kado untukku. Beliau mengeluarkannya dengan malu-malu sekali, hingga aku terkikik tanpa henti. Aku bahagia dengan hal-hal kecil seperti ini. Sebenarnya bisa membeli di jogja, namun perjuangannya itu loh, beli di tuban dibawa ke jogja, aneh kan? ya begitulan suamiku ^^

Apa isi kadonya?
Iya, adalah sesuatu barang yang sudah agak lama aku inginkan, namun tidak secara gamblang aku katakan pada beliau. Hanya sekilas pembicaraan begitu saja dulu. Eh, beliau mengingatnya dengan sangat baik dan kadonya hari ini sungguh berhasil membuatku semakin mencintainya. Alhamdulillah...

Kamis, 19 Maret 2015

~ Sempurna ~



“Jika engkau mencari orang yang sempurna untuk menjadi pendampingmu, umurmu akan habis sebelum menemukannya. Menikah itu saling berbenah.

Bukan setaranya jenjang pendidikan yang menjadikan suami-istri bahagia, tetapi penerimaan dan saling ridha yang jauh lebih berharga. Betapa banyak yang sama-sama tinggi jenjang pendidikannya, tapi ruwet pernikahannya. Bahkan sejak tahun awal pernikahan, sudah penuh dengan kisah pertengkaran.

Makin tinggi harapan tentang apa yang ingin kita raih dalam pernikahan, makin sulit merasakan kebaikan pasangan kita, meski ia sangat baik. Makin besar yang ingin kita perjuangkan dalam pernikahan, makin mudah kita menerima kekurangannya. Kita lebih berlapang dada untuk berbenah.

Inilah yang lebih penting untuk kita siapkan. Berapa banyak yang menikah dengan berbekal cinta menggebu, tapi segera kecewa usai bulan madu.”


~ Mohammad Fauzil Adhim ~

Selasa, 17 Maret 2015

[Repost] Tolong Sayangi Istrimu Seperti Ini


Bila istri menangis di hadapanmu, tak peduli apapun sebabnya, peluklah dia, biarpun dia menolak, tetap peluklah dengan erat. Menangis di atas meja selamanya tidak akan pernah terasa lebih nyaman dan damai selain menangis dalam pelukanmu!

Bila istri mengatakan tentang kesalahanmu, tolong jangan selalu mengatakan dia cerewet, itu semua karena ia peduli padamu!


Bila istri sedang kesal dan mengabaikanmu, jangan ikut-ikutan tidak peduli, ini adalah tantangan bagi kalian, saatnya membuang gengsi!

Bila istri tidak mau mendengarkan dan berbalik badan berjalan meninggalkanmu, kejarlah dia. Bila kau sungguh mencintainya, apakah kau tega meninggalkannya sendirian?

Bila istri berkata, “Kamu pergi saja, aku tidak mau memperdulikanmu.” Jangan percaya begitu saja, mungkin itu hanya di bibir saja, sedang hatinya tidaklah demikian. Sebenarnya itu adalah saat di mana dia paling membutuhkanmu!

Bila istri marah, suasana hatinya sedang tidak enak dan tidak mau makan, jangan bertanya mau makan apa, dia pasti berkata tidak mau semua. Belilah makanan kesukaannya, tunggu suasana hatinya membaik dan berikan pada dia. Jangan menggunakan ancaman bahwa kamu juga tidak mau makan!

Hargailah istrimu, tidak perlu berpikir terlalu rumit, apa yang wanita mau selalu sederhana selamanya!

Terkadang, berkompromi bukanlah berarti mengaku kalah, itu adalah suatu sikap memahami!

Memaafkan bukan berarti lemah, melainkan sebuah kepedulian dan menghargai!


Original Source: Family Guide 

Minggu, 01 Maret 2015

Manajemen Ketidakcocokan


“Setelah menikah, engkau tidak saja mendapatkan pasangan hidup, namun engkau mendapatkan kebahagiaan yang tidak akan bisa didapatkan tanpa menikah.
Dimulai dari pernikahan sampai akhir hayat nanti, pasangan hidupmu akan menjadi pendamping setia dan sabahat terbaik bagimu.
Dengan dia, engkau melewati kehidupan bersama, berbagi suka dan duka, merenda impian dan harapan, menghadapi segala masalah dan rintangan.
Ketika engkau sakit, dia akan merawatmu dengan sabar. 
Ketika engkau sedih, dia akan menghiburmu dengan ikhlas. 
Ketika engkau lelah, dia akan menyemangatimu dengan penuh kasih sayang.
Saat engkau memerlukan pertolongan, dia akan mengupayakan semua yang bisa dilakukan untukmu. Saat engkau lemah, dia akan menguatkanmu. 
Saat engkau memerlukan nasehat, dia akan memberikan nasehat terbaik bagimu.
Saat berangkat tidur, dialah orang terakhir yang engkau lihat. 
Saat bangun tidur, dialah orang pertama yang engkau dekap. 
Saat engkau bepergian jauh, dia selalu ada di dalam hati dan pikiranmu.
Dia selalu memikirkan dirimu. 
Dia selalu berdoa untukmu. 
Dia selalu mengkhawatirkan keselamatanmu. 
Dia selalu merindukanmu.
Engkau telah menjadi dunianya dan dia telah menjadi duniamu.
Maka saat engkau bertengkar, ingatlah bahwa dia adalah kekasih hatimu, belahan jiwamu, lentera hidupmu. Jangan engkau lukai dengan perkataan, sikap dan perbuatanmu.
Segera peluk kekasihmu, jangan menyimpan dendam dan kemarahan kepadanya. Maafkan kekurangannya. Pahami relung jiwanya. Selami dasar hatinya.
Semoga kalian bahagia hingga ke surga.”

(Cahyadi Takariawan)



Alhamdulillah, pada 20 Februari 2015, sosok lelaki shalih impian nan tampan telah hadir dalam hidupku. Ia tawarkan hatinya untuk menemaniku, sepanjang usia, dunia akhirat. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, takkan habis ucap itu. 

Ia datang, tanpa memberiku 'celah' untuk menolak. Prosesnya cepat sekali. Aku tak menyangka ia datang di saat aku masih bimbang. Sungguh, kala itu tak ada 'celah' untukku menolak. Yang bisa kulakukan hanya memantapkan hati, menguatkan tekad, meluruskan niat. 

Untuk apa sih sebenarnya kita menikah? 
Kalau ada lelaki shalih datang, kenapa harus memilah-milah? 

Tinjau kembali niat menikahmu. 

Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), 
kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan Semesta Alam. 
(QS. At-Takwir: 29)

Akankah aku mengingkari Firman Allah yang jelas-jelas tertulis dalam Al-qur'an sebagai pedoman hidupku?
Sebagai lentera kehidupanku, yang aku harus bersumber kepadanya?

Baiklah, 
Ku bersyukur dapat bertemu dengannya,
dengan segala keteduhan yang terpancar dari sorot matanya,
dengan segala keindahan yang terucap dari lisannya,
dengan segala ketenangan yang terlihat dari tutur katanya,
dengan segala kebaikan yang terlihat dari budi pekertinya. 

Dan, 
Allahpun Maha Tahu, 
Bahwa aku harus bersandar kepadanya. 

Ia adalah orang yang sudah lama kukenal, sudah sekitar 10 tahun lebih. Kami hanya berkawan biasa hingga akhirnya ia memutuskan menikah denganku. 
Meski sudah lama kami saling mengenal, terlalu jumawa ketika kubilang “Ah, aku sudah lama mengenalnya, karakternya begitu, orangnya begitu...”.
Karena kenyataannya adalah aku salah besar! Aku belum mengenalnya, aku belum tafahum dengannya. Ternyata, aku baru sekedar tahu namanya. Ya, namanya saja.