“Setelah menikah, engkau tidak saja
mendapatkan pasangan hidup, namun engkau mendapatkan kebahagiaan yang tidak
akan bisa didapatkan tanpa menikah.
Dimulai dari pernikahan sampai akhir hayat
nanti, pasangan hidupmu akan menjadi pendamping setia dan sabahat terbaik
bagimu.
Dengan dia, engkau melewati kehidupan
bersama, berbagi suka dan duka, merenda impian dan harapan, menghadapi segala
masalah dan rintangan.
Ketika engkau sakit, dia akan merawatmu
dengan sabar.
Ketika engkau sedih, dia akan menghiburmu dengan ikhlas.
Ketika
engkau lelah, dia akan menyemangatimu dengan penuh kasih sayang.
Saat engkau memerlukan pertolongan, dia
akan mengupayakan semua yang bisa dilakukan untukmu. Saat engkau lemah, dia
akan menguatkanmu.
Saat engkau memerlukan nasehat, dia akan memberikan nasehat
terbaik bagimu.
Saat berangkat tidur, dialah orang
terakhir yang engkau lihat.
Saat bangun tidur, dialah orang pertama yang engkau
dekap.
Saat engkau bepergian jauh, dia selalu ada di dalam hati dan pikiranmu.
Dia selalu memikirkan dirimu.
Dia
selalu berdoa untukmu.
Dia selalu mengkhawatirkan keselamatanmu.
Dia selalu
merindukanmu.
Engkau telah menjadi dunianya dan dia
telah menjadi duniamu.
Maka saat engkau bertengkar, ingatlah
bahwa dia adalah kekasih hatimu, belahan jiwamu, lentera hidupmu. Jangan engkau
lukai dengan perkataan, sikap dan perbuatanmu.
Segera peluk kekasihmu, jangan
menyimpan dendam dan kemarahan kepadanya. Maafkan kekurangannya. Pahami relung
jiwanya. Selami dasar hatinya.
Semoga kalian bahagia hingga ke surga.”
(Cahyadi Takariawan)
Alhamdulillah, pada 20 Februari 2015, sosok lelaki shalih impian nan tampan telah hadir dalam hidupku. Ia tawarkan hatinya untuk menemaniku, sepanjang usia, dunia akhirat. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, takkan habis ucap itu.
Ia datang, tanpa memberiku 'celah' untuk menolak. Prosesnya cepat sekali. Aku tak menyangka ia datang di saat aku masih bimbang. Sungguh, kala itu tak ada 'celah' untukku menolak. Yang bisa kulakukan hanya memantapkan hati, menguatkan tekad, meluruskan niat.
Untuk apa sih sebenarnya kita menikah?
Kalau ada lelaki shalih datang, kenapa harus memilah-milah?
Tinjau kembali niat menikahmu.
Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu),
kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan Semesta Alam.
(QS. At-Takwir: 29)
Akankah aku mengingkari Firman Allah yang jelas-jelas tertulis dalam Al-qur'an sebagai pedoman hidupku?
Sebagai lentera kehidupanku, yang aku harus bersumber kepadanya?
Baiklah,
Ku bersyukur dapat bertemu dengannya,
dengan segala keteduhan yang terpancar dari sorot matanya,
dengan segala keindahan yang terucap dari lisannya,
dengan segala ketenangan yang terlihat dari tutur katanya,
dengan segala kebaikan yang terlihat dari budi pekertinya.
Dan,
Allahpun Maha Tahu,
Bahwa aku harus bersandar kepadanya.
Ia adalah orang yang sudah lama kukenal, sudah sekitar 10 tahun lebih. Kami hanya berkawan biasa hingga akhirnya ia memutuskan menikah denganku.
Meski sudah lama kami saling mengenal, terlalu jumawa ketika kubilang “Ah, aku sudah lama mengenalnya, karakternya begitu, orangnya begitu...”.
Karena kenyataannya adalah aku salah besar! Aku belum mengenalnya, aku belum tafahum dengannya. Ternyata, aku baru sekedar tahu namanya. Ya, namanya saja.
Kami benar-benar memulai semuanya dari awal. Sifat dan karakter masing-masing baru benar-benar saling kami selami setelah menikah.
Seperti hadist yang intinya kurang lebih begini “Kau tidak akan pernah benar-benar mengenal seseorang sebelum engkau melewati malam bersamanya.” adalah benar adanya.
Aku baru saja mulai belajar mengenalnya.
Kebiasaannya, sungguh sangat berbeda denganku. Dia bukan sosok rapih dan terstruktur sepertiku. Banyak sekali kebiasaan yang membuatku gerah. Tapi kutahu, dia suamiku, lelaki yang mana bahagiaku ada pada ridhonya.
Jika dicari-cari, banyak sekali ketidakcocokan kami.
Tapi, prinsip kami jelas, bahwa pernikahan harmonis itu ada. Yakni, dengan manajemen ketidakcocokan. Ya materi dari Pak Cah itu tadi.
Meski banyak sekali ketidakcocokan kami, kami sama-sama sadari bahwa itulah tantangan pernikahan. Ujian dalam rumah tangga, dimulai!
“Jangan mudah silau akan apa-apa yang nampak hanya dari permukaannya saja. Bahwa yang tampak di permukaan itu baik, tetapi telisiklah lebih jauh.”
–siapnikahtanpatapi-
Wajar jika ketidakcocokan yang nampak sangat jelas bagiku. Itu adalah hal yang tampak pada awalnya. Aku hanya perlu menelisik lebih jauh dengan keyakinan penuh bahwa banyak hal baik dari suamiku. Dan aku hanya perlu fokus pada kebaikan-kebaikannya. Memang benar, kebaikannya melimpah. Tak hanya dari pribadinya, namun juga dari keluarga besar. Kalau kita menghitung, memang takkan habis nikmat Allah, takkan mampu kita menyelesaikan hitungan itu. Syukur adalah bentuk terbaik untuk berterimakasih atas nikmat Allah yang tak berbatas.
Meski ada saja ketidakcocokan kami, tak sedikit prinsip-prinsipnya yang sejalan dengan pemikiranku, alhamdulillah. Dia cenderung tipikal easy going dan senang berbagi bahagia. Baginya, bahagia adalah dengan membahagiakan orang lain. Aku menemukan kebaikannya yang lain, yaitu investasi. Investasi dalam 2 bentuk, investasi dunia pun investasi akhirat. Aku menemukannya kebaikannya lagi, pemirsaaa, tapi ini rahasiaaa ^_^
Tak apa ada ragu di awal, tak apa ada bimbang di awal (bukan ragu dan bimbang yang berarti sih..), asalkan kami bisa saling menguatkan, asalkan kami bisa saling memahami. Bagiku, yang penting itu sunnah, aku akan taat dan memuliakan suamiku, siapapun ia.
Hakikat pernikahan yang kami yakini adalah saling tumbuh-menumbuhkan, saling shalih-menshalihkan, saling kembang-mengembangkan. Modal awal sudah dipegang, dan potensi yang dimiliki harus dikembangkan. Maka, dengan izin Allah, kami percaya, menikah adalah sarana untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya.
Setelah menikah, cukup 3 pekan kebersamaan kami sebagai re-charge untuk kemudian kembali berjuang di ranah perjuangan kami masing-masing, dibatasi ruang dan waktu.
Bismillah, Allah bimbing kami dalam meniti jalan pernikahan ini, jangan palingkan wajah-Mu sedikitpun, ridhai dan berkahi kami di setiap aktivitas dan langkah kecil kami. Kami tahu, jalan berliku terjal dan badai siap menghadang kami dalam perjalanan, maka kuatkan kami berdua untuk tetap erat berpegangan tangan, maka kuatkan kami untuk tetap erat menggenggam iman dalam hati.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mannashir...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar