Jumat, 10 Maret 2017

Gadgetless Parenting

Adalah Gadgetless Parenting yang pertama kali menjadi perbincangan antara saya dan suami tentang pendidikan anak sewaktu saya masih hamil Thori. Itulah prinsip parenting yang kami sepakati. Secara sekarang adalah zaman yang tak bisa lepas dari gadget, pun termasuk Abu-Ummu Thori. 

Bukan meniadakan sama sekali terkait gadget, melainkan menempatkan sesuai porsi

Yakalik anak bayik dikasi gadget, dimana masih usia-usia otak berkembang pesat. Biarkan anaknya yang beraktivitas, bukan malah mainannya yang bergerak sedang anaknya diem menonton. Karena jika salah 'penempatan', konsekuensinya adalah lifetime, seumur hidup. 

Saya yang sebagai anak informatika pernah mendapat materi tentang gadget dan kelebihan kekurangannya, ditambah mencari referensi-referensi parenting lainnya, kuat mempertimbangkan ilmu ini untuk diterapkan bagi anak-anak saya. 

Memandang foto dirinya 😃

Main gadget atau istilahnya screentime, tidak selalu merupakan hal buruk, melainkan bisa 'mendukung' dalam mempertajam perkembangan otak dan keterampilan berkomunikasinya (jika tepat penempatan). Namun jika terlalu dini mengenalkan gadget kepada anak, maka bisa menyebabkan bahaya permanen dan konsekuensi jangka panjang, Lebih banyak efek negatifnya daripada positifnya. Berikut saya sertakan kutipan dari ahlinya. 


Dr. Aric Sigman, an associate fellow of the British Psychological Society and a Fellow of Britain’s Royal Society of Medicine says, 

The ability to focus, to concentrate, to lend attention, to sense other people’s attitudes and communicate with them, to build a large vocabulary—all those abilities are harmed.

Between birth and age three, for example, our brains develop quickly and are particularly sensitive to the environment around us. In medical circles, this is called the critical period, because the changes that happen in the brain during these first tender years become the permanent foundation upon which all later brain function is built. In order for the brain’s neural networks to develop normally during the critical period, a child needs specific stimuli from the outside environment. These are rules that have evolved over centuries of human evolution, but—not surprisingly—these essential stimuli are not found on today’s tablet screens. When a young child spends too much time in front of a screen and not enough getting required stimuli from the real world, her development becomes stunted.

Secara garis besar, mengenalkan gadget too soon (ada usia dan porsi yang tepat mengenalkan gadget, yuk belajar terus) ke anak itu lebih banyak negatifnya daripada baiknya. Anak jadi malas, kurang peka terhadap lingkungan, kurang optimal bersosialisasi (bagi yang kecanduan). Karena, fitrah anak tumbuh berkembang bersama lingkungan. Maka, ayah dan bunda, berikan stimulus kepada anak sesuai fitrahnya. Kenalkan tentang Allah, tentang dirinya, tentang alam. Kokohkan dulu pondasinya. Ajak bereksplorasi ke alam, ajak bercengkerama dengan ayah bunda, mendongenglah untuk mereka. Semoga Allah ridha. 

Bukankah lebih indah memandang mereka bermain di alam bebas? 😊


~Ummu Thori, yang masih senantiasa belajar menjadi Ibu dan Istri yang baik 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar