Rabu, 03 April 2013

Kotak Hati Warna Merah (2)





Aku berjalan di lorong kampus agak tergesa. Di pikiranku sudah terjadwal urutan –kayak robot- harus ke arah mana aku berjalan. Aku memang tipe prosedural. Semua agenda sudah kuruntutkan setiap harinya, bahkan per jam nya. Hal ini bukan karena tak berdasar. Aku yang notabene bukan anak kos, yang setiap hari ngelaju Bantul-Jogja, tak mau ada hal yang tertinggal. Karena, jika begitu akan sangat repot ngambil ke rumah. Jadi, sehari sebelumnya pasti sudah kujadwalkan untuk agenda keesokan harinya.
Kembali ke cerita,

Tak ada waktu untuk bersantai-santai…”, pikirku.

Ku tengok jam di tangan. Ah, pukul 10.55. pukul 11.00 aku janji bertemu adek-adek binaan.

Aakuu ga boleh telat!”, teriakku dalam hati.

Seusai teriakanku dalam hati, kutatap jalan ke depan beberapa meter. Ups! Ada sesuatu… eh maksudku seseorang…yang…KUHINDARI HARI INI!
Ada ikhwan berdiri di depanku dengan mengembangkan senyum di bibirnya. Bisa kupastikan bahwa, dia menungguku. Ah, tampak silau di mataku. Ya, namanya Alan. Harlan Panji. Dialah ikhwan yang mengirimiku kotak hati warna merah itu. Dalam hati, aku heboh. Namun sebisa mungkin ku atur nafasku supaya tak terlihat salting dan gugup di hadapannya. Karena, jika aku gugup, senanglah ia dan hilang dengan mudahnya izzah-ku di hadapannya.
Aku mengurangi kecepatan berjalanku. Dia, Alan, menghampiriku, tentu saja dengan mengatur jarak.

Mey, assalamu’alaikum.

Jujur, daripada diminta menjawab salamnya, aku sangat ingin menendangnya.

Wa’alaikumussalam.

Apa anti sudah menerima..

Sudah.

Alan tersenyum kecil.

Lalu?

Aku, belum membukanya.”, jawabku ketus tanpa melihatnya.

***



[bersambung]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar