Senja April tanggal
3, ketika aku masih dalam perjalanan pulang dari kerja, getar hp menandakan
bahwa ada message masuk. Walau masih dalam perjalanan, kupaksakan membuka hp, kebiasaan yang sulit kuubah.
‘Kamis ngajar ga, ukh?’, message dari Ais sahabatku ternyata.
Kujawab, “Iya ukh, fullday dari Senin-Jumat. Knp, mau
ngajak kemana?”
Sohibku yang satu ini
biasanya ngajak jalan, karena dia hobi sekali dengan itu. Untuk merefresh
pikiran tentu saja. Terkadang ajakannya ga jelas dan tiba-tiba, memang. Tergantung
mood-nya.
Ini lanjutan obrolan
kami..
Jalan
yuk. Bisa izin kan?
[tuh kan bener, ngajak jalan, batinku] ! Masa
gue izin kerja dengan alasan jalan-jalan -_- ! Bilang aja ada temen yang mau nikah, wkwkwk [mulai ngaco nih..] !
??? [sebelum kubalas sms yang satu ini, aku berpikir lama sekali. Baru aja aku
sampai rumah, terduduk di kasur, masih dengan kondisi bawa tas. Aku berpikir.
Ais bercandakah? Kok ngajak aku bolos kerja? Engga masuk akal deh. Lalu akhirnya
kubalas juga messagenya] Anti? Mau nikah?
Serius? | Iyalah -_-“ | [balesan macam ini apa ini, batinku, lalu aku
tanggepin aja candaannya] Uwaa, Ais, barokallah… | [beberapa saat lamanya
hingga ia bales lagi] Heh, anti kok wis ngucapke? | [gue makin bingung dengan
tanggapannya ini, seriusss] Lah tenanan ora je? [Aku masih geregetan, trus
nyanyi lagunya Sherina, hiyaa] | Iya ukh, tenanan. | Alhamdulillah.. [aku
terpaku dan tak banyak kata yang mampu kuucapkan]
Itulah sedikit
percakapanku dengannya. Iya, memang bertele-tele tapi sangat berkesan. Kau tahu
Is, kata-katamu yang mengatakan alasan engkau menikah lebih dulu? Ah, itu tak
perlu kutulis di sini. Cukup kusimpan saja di hati ^.^
Aku masih belum
percaya, Ais nan jelita, akan menggenapkan separuh diennya. Sekarang?
Sekiranya begitu
obrolan kami dalam pesan singkat tersebut, dan pembahasan kami menghasilkan
kesimpulan bahwa Sahabatku Ais akan segera menggenapkan separuh diennya. Aku
bahagia dan sedih pula.
Baru saja aku sampai rumah lalu tergugu beberapa saat
di kamar. Diam menatap telepon seluler dalam genggamanku. Aku merasa
kehilangan. Iya benar, sahabat yang selama ini selalu sedia dan siaga saat
kubutuhkan, harus ‘pergi’. Aku pun bahagia, sungguh. Namun, aku juga sedih. Ah,
tak perlu bermuram. Toh ini hari bahagianya, gerbang barunya dalam kehidupan.
Semoga barokah, Ais sholihah..
Setelah membereskan
semua kegiatan sore ini, aku kembali menatap telepon selular. Kuketik message.
“Is, esok sore selepas kerja, aku mampir kos.”
“Oke..”, jawab Ais
singkat.
…
Pukul 15.35, aku
kendarai motorku menuju Tasniim. Singkat cerita aku dan Dwika ‘menginterogasi’
Ais. Ia ceritakan semua, hingga tak ada lagi yang tersisa. Yang bisa kami ucap
ketika itu hanyalah ‘Alhamdulillah..alhamdulillah..alhamdulillah..’
Sebuah kisah sepasang
manusia, yang dipertemukan dengan cara yang indah. Ais dan calonnya, adalah teman
lama. Dengan sebab ini, aku semakin yakin bahwa kalau sudah jodoh yang tertulis di Lauhul Mahfudz, pasti tak akan
kemana, walaupun terpisah jarak dan waktu, pasti akan dipertemukan kembali. Keduanya
belum lulus kuliah, Kawan. Kisah yang indah, bukan? Kalau bukan karena Allah,
siapa lagi? :D
Teringat message terakhirmu :
"Beres-beres kamar. Nemu majalah-majalah yang dibeli jaman SMK dulu. Ada salah satu majalah yang membuatku langsung tersenyum. Temanya Antara Amanah, Nikah dan Maisyah. Mendadak teringat jaman kelas 3 SMK. Dalam hati dulu berkata Besok harus nikah muda dan merasakan nikah sebelum lulus kuliah. Hahaha."
"Beres-beres kamar. Nemu majalah-majalah yang dibeli jaman SMK dulu. Ada salah satu majalah yang membuatku langsung tersenyum. Temanya Antara Amanah, Nikah dan Maisyah. Mendadak teringat jaman kelas 3 SMK. Dalam hati dulu berkata Besok harus nikah muda dan merasakan nikah sebelum lulus kuliah. Hahaha."
Kompooorrr!!!
Aku tahu, keinginanmu
menikah sudah lama. Tapi kau tetap tegar pertahankan prinsipmu. Dengan itu,
Allah tahu. Allah telah menyampaikannya kepada hati yang tepat. Seorang lelaki
sholih yang berani datang ke orangtuamu, tanpa banyak cakap denganmu. Dan,
kisah kalian dimulai :)
Perjuangan Ais untuk
mendapatkan ridho orang tua, inspiring. Tak mudah memang, tapi seorang Ais
mampu melaluinya. Kini, persiapkan dirimu, Sahabat. Butuh waktu untuk aku mampu
mengungkapkan ini. Aku merelakanmu, bersamanya. Semoga limpahan rahmat Allah
selalu menyertai kalian, dimanapun, kapanpun. Aku tahu, ukhuwah tak mengenal
jarak dan waktu. InsyaAllah cinta kita akan tetap bersemi. Jarak dan waktu akan
membuktikan cinta kita, menguji kesetiaan dengan rasa yang namanya ‘rindu’. Bukan
begitu?
Teruntuk sahabatku,
Ais, yang akan segera menggenapkan separuh diennya 18 April mendatang, Barokallahulaka wabaraka’alaika wajama’a baina kuma fii khairi.
Mawar
Ramadhan
Bantul,
3 April 2013

Tidak ada komentar:
Posting Komentar