Bismillah,
semoga kata-kata yang keluar dari mulut saya, Allah ridho. Saya belajar dari
seorang kawan, bahwa ketika kita akan mem-posting
sesuatu (di media apapun), pikirkan dulu 3 hal :
Apakah itu benar?
Apakah itu baik?
Apakah itu penting?
Apakah itu benar?
Apakah itu baik?
Apakah itu penting?
Jika
kita sudah menganalisa ketiga hal tersebut, bangkitlah dari pemberhentian
sejenakmu. Posting-lah ilmu (yang
semoga manfaat) setelah melalui 3 filter
tersebut.
Dengan
menerapkan konsep tersebut, saya berusaha berbagi tentang apa yang saya alami
akhir-akhir ini. Saya berada dalam posisi yang selalu salah. Katakanlah ada
pihak A dan pihak B. Saya berada di antara keduanya. Dalam lubuk hati terdalam
saya, saya merasa bahwa saya harus mundur dan mengalah dari kedua pihak
tersebut, namun fisik saya belum bisa merealisasikan kemauan hati. Jadilah saya
tetap berada di antara A dan B. Berjalannya proses, saya menyadari bahwa
keberadaan saya adalah beban bagi keduanya. Maka, saya putuskan untuk mundur
teratur. Saya mengalah, namun tidak berarti kalah. Saya relakan semua yang
telah saya perjuangkan. Saya ikhlaskan A untuk B.
Waktu
berjalan, saya merasa sendirian. Ah tidak!
Sahabat-sahabat saya berdatangan silih berganti, menguatkan saya. Nasehat mereka
selalu tak jauh dari kata “ikhlas”. Mudah berucap, namun prakteknya sulit
sekali. Namun karena saya ingat Allah, ingat ibuk, ingat sahabat-sahabat yang
tanpa henti menyemangati, saya berazzam saya harus bisa.
Saya
benar-benar di titik terendah hidup saya ketika kehilangan proses itu. Namun,
membuat orang lain bahagia juga berpahala. Saya putuskan untuk membiarkan orang
lain bahagia di saat saya menderita. Tapi, saya tidak akan membiarkan derita
ini berlangsung lama. Saya kencangkan ikat kepala, melanjutkan odoj seoptimal
mungkin, untuk mengalihkan dunia ballad
saya. Ya, sedikit berangsur hati saya membaik. Saya paksakan terus untuk
tilawah, saya paksa. Efeknya adalah saya bercucuran airmata namun perasaan hati
berangsur membaik.
Di saat
hati saya dalam kondisi pertengahan, muncul kembali A dan B. Untuk apa lagi mereka melibatkan saya? Pikir saya.
Ternyata, saya dipersalahkan. Iya, saya dipersalahkan. Mereka menyesal mengenal
saya dengan beberapa alasan.
Bibir
saya hanya bisa berucap ‘astaghfirullahal’adzim...’
berulangkali. Kembalikan semua kepada Allah.
Apakah
saya menyesal? TIDAK! Saya tidak menyesal mengenal mereka. Allah pasti ingin
memberikan hikmah yang luar biasa kepada saya, melalui mereka. Allah tidak akan
hadirkan seseorang tanpa ada hikmah dibaliknya. Aku yakin bahwa ujian ini bukti
bahwa Allah benar sayang pada saya. Allah tidak membiarkan saya dalam
keterlenaan. Allah menguji saya, karena Allah tahu saya mampu.
Mengeluh
tidak akan memperbaiki keadaan. Semakin kita mengeluh, hidup bakal terasa
semakin berat. Berprasangka baiklah kepada Allah, niscaya hidup akan terasa
lebih ringan. Percaya saja bahwa semua keputusan-Nya sudah yang terbaik bagi
kita. Ingatlah, positive thinkers have
positive life, negative thinkers have negative life as well. Serahkan kembali
semua kepada Allah.
Apapun yang menimpamu,
jangan disesali. Semua ada hikmahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar