Sepanjang jalan kenangan kita slalu bergandeng tangan..
Sepanjang jalan kenangan kau peluk diriku mesra..
Hujan yang rintik-rintik di awal bulan itu..
Tak mungkin lepas dari ingatanku...
Yak, lagu baheula itu yang otomatis saya nyanyikan saat saya mengendarai sepeda melaju menuju arah selatan, jalan panjang yang menjadi kenangan, menuju tempat peristirahatan terakhirnya tuttot.
Pagi menjelang siang ini, mencoba memaksa hati untuk bersih-bersih otomatis.
Caranya?
Silaturahim sama murobbi!
Hahaha, beginilah cara saya untuk kembali kepada sadarnya diri dan realita hidup. Karena seringkali, mempertahankan yang tidak seharusnya akan membuat kita buta dalam banyak kesempatan. Maka saya harus membuka kembali mata saya. Buka lebar!
Mengapa memilih silaturahim sama mr?
Tipe mr saya yang sekarang ini memang so talkative. Jadi ya kalau saya ngomong dikit, tanggapannya bisa sangat panjang kalikan lebar kalikan lagi tinggi. Tak jarang beliaunya jadi sharing pengalaman yang sejenis trus nyerempet-nyerempet masalah lain terus terus terus...hahaha...
Satu yang pasti sih. Tipenya kayak Mba Mafi. Tiap ucapannya jleb bingit bingit buat saya.
Perubahan itu sunatullah, kita harus bisa menyesuaikan diri dalam kondisi apapun. Itu kudu. Terkait masalah peluang, peluang itu tidak akan terulang, so jika datang tuh peluang, ambil saja. Toh kita tidak tahu, apakah peluang itu akan datang lagi atau tidak, bukan?
Seperti kisah seorang filosof yang menganalogikan dalam mencari jodoh : masuklah ke dalam hutan dan engkau hanya boleh berjalan terus tanpa boleh menengok ke belakang. Tugasmu adalah mencari 1 ranting terbaik menurutmu dalam perjalananmu itu. Jika kau temukan yang terbaik, ambil dan bawalah kemari. Namun apa yang dia bawa sekeluarnya dari hutan? Dia tak membawa apa-apa. Pernah satu kali dia menemui ranting yang baik, namun ia urung mengambilnya karena dia berpikir bisa menemui ranting yang lebih baik di depan nanti. Tapi ternyata sampai ujung hutan pun ia tak menemui ranting sebaik yang ia lihat sebelumnya. Dikarenakan tidak boleh kembali ke belakang, akhirnya dia keluar tanpa membawa apa-apa.
Ya Rabb, pokoknya sehabis keluar dari rumah beliau tuh rasanya hati terbakar, tersadar bahwa masih banyak hal yang bisa disyukuri. Tipe kami mirip, yaitu sensitif banget, gampang nangis. Bedanya, beliau bisa menerapkan ilmu 'ndableg', sedangkan saya tak bisa. Beliau bilang, "Terkadang ndableg itu perlu. Kalau kamu nggak bisa, ya pasti akan susah melalui hidup."
Kayaknya ini nih sebabnya saya gagal move on -___-"
Pesan beliau banyak syekali smpai saya lupa lupa, hihihi hyakdess!
Salah satunya adalah :
jika kamu down lagi, silaturahim lagi. Begitu seterusnya!
Okeee buuuk!
Oya ini Ramadhan! Jangan lupa goal-nya!
![]() |
| bukan promosi XD |
"Nuwun, ammah bunga Mawar...", kata mas Azzam (menghiburku).


Tidak ada komentar:
Posting Komentar